Senin, 09 April 2012

http://rosodaras.wordpress.com/2012/01/23/there-is-no-journeys-end/
Ada yang menyebut character and nation building… ada yang mengucap nation and character building. Salah satu dari sekian banyak ajaran Sukarno yang cukup penting. Jika kita membaca sejarah ataupun mendengarkan kisah heroik masa lalu, kebanggaan berbangsa dan bernegara pada masa lalu, maka bisa dikatakan, itulah buah dari pembangunan karakter dan mental kebangsaan oleh Presiden Sukarno.
Dalam berbagai kesempatan, baik saat memberi wejangan, pidato, ataupun obrolan ringan bersama para ajudan, Bung Karno sering menyelipkan muatan-muatan pembangunan karakter bangsa. Ia menjadi begitu penting, karena di mata Sukarno, sebuah bangsa yang telah dijajah 3,5 abad (lebih) lamanya, tentunya meninggalkan banyak sekali kerusakan.
Yang nyata adalah, kerusakan mental. Mental bangsa terjajah yang terbiasa menjadi budak. Jika tidak dibangkitkan mental dan karakter kebangsaan Indonesia, maka kita akan tetap menjadi bangsa budak di antara bangsa-bangsa di dunia. Sukarno tampil tanpa lelah ke seluruh pelosok negeri. Membakar jiwa rakyatnya.
Membakar dan membunuh mental budak di setiap jiwa dan otak bangsanya. Ia berorasi… ia mengajak bernyanyi… ia mendongeng ephos Mahabharata… ia berbagi mimpi tentang kejayaan Indonesia… ia menggandeng lengan rakyatnya untuk bangkit, menyingsingkan lengan-baju, bekerja keras bangkit dari keterpurukan bangsa terjajah, menjadi bangsa yang bermartabat dan disegani dunia.
Kerusakan material, mental, dan moral rakyat Indonesia akibat 3,5 abad dijajah Belanda, dan 3,5 tahun dijajah Jepang, adalah “musuh” terbesar Bung Karno saat didaulat bangsa ini menjadi Presiden pertama Republik Indonesia. Ia tahu benar, membangun karakter kebangsaan, bukan perkara mudah dan butuh seribu langkah.
Singkat kelimat, lihatlah sejarah. Tengok periode 1945 – 1965. Dalam berbagai pasang surut kehidupan politik, sosial, ekonomi negara yang baru merdeka, Bung Karno melesat bak mercu suar, menjadi ikon dunia, menjadi pahlawan bangsa-bangsa Asia – Afrika. Pemimpin negara mana yang tidak respek kepada Bung Karno? Negara mana yang berani “macam-macam” kepada Bung Karno dan Indonesianya? Ia hadapi pemimpin-pemimpin negara adi-kuasa (waktu itu Amerika Serikat dan Uni Soviet) benar-benar dengan posisi berdiri sama tinggi, duduk sama rendah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, bangsa yang tadinya bernama Hindia Belanda, terjajah, bermental budak, kini bangkit menjadi sebuah bangsa besar. Ditambah kharisma Presiden yang begitu cerdas, ditunjang kemampuan berorasi yang menggelegar, menghipnotis sidang PBB, sidang Asia-Afrika, sidang negara-negara Islam, hingga rapat-rapat akbar di seluruh pelosok negeri.
Di Amerika, nama Sukarno berkibar-kibar. Baik dari perspektif buruk maupun baik. Bahkan (menyimpang cerita), manta presiden Clinton pun (saat ia kecil) pernah terinspirasi oleh sosok Sukarno. Di Soviet dan di Cina ia dielu-elukan sebagai orang besar. India begitu memuja. Pakistan, Mesir, Arab Saudi, … sampai-sampai di Italia, sekelompok sopir menyambut Bung Karno dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”.
… serasa takkan habis bertutur tentang kejayaan Sukarno dan kisah suksesnya membangun karkter kebangsaan Indonesia. Membangun mental rakyat jajahan, menjadi rakyat yang begitu bermartabat. Cinta Indonesia, dan tak gentar menghadapi negara mana pun. Itu karena presidennya. Ingat kata-kata Bung Karno saat berseteru dengan dunia Barat?  “Inggris kita linggis… Amerika kita setrika!!!”
Presiden dengan sederet mukjizat lepas dari sederet usaha percobaan pembunuhan, baik dari ekstrim kanan maupun ekstrim kiri, yang semuanya didalangi negara-negara adi kuasa yang tak suka dengan Sukarno. Apakah itu mengendurkan dan menyurutkan Sukarno? Sama sekali tidak. “Hidup mati ada di tangan Tuhan,” ujarnya enteng, menanggapi usaha-usaha pembunuhan terhadap dirinya.
Pertanyaannya adalah, “ke mana karakter kebangsaan kita yang dulu begitu heroik, cinta tanah air, dan bersatu untuk maju?” Sejatinya sudah dikubur bersamaan dengan sukses besar CIA bersama sejumlah jenderal kita yang terkutuk, melengserkan dan menistakan Sukarno di akhir kekuasaannya. Mengubur dalam-dalam semua ajaran Bung Karno. Memenjarakan semua orang Sukarno. Dan membelokkan sejarah tentang Sukarno.
Dengan sedih, pasca G-30-S/PKI, Bung Karno pernah berkata, “Bangsa kita mundur 20 tahun….” Itu artinya kembali ke titik proklamasi…. Lantas pondasi apa yang dibangun pasca tahun 1965 sampai hari ini? Liberalisme…. Hasilnya? Utang negara yang membuat bulu roma berdiri…. Pola hidup liberal yang mengikis nilai-nilai ke-Timur-an kita…. Mental bobrok abdi negara (semakin banyak dibentuk lembaga anti korupsi, semakin banyak kasus korupsi baru)…. Silakan dilanjutkan sendiri.
Izinkan saya merenungkan kata-kata Bung Karno, “Revolusi adalah suatu hal yang harus dijalankan dengan aksimu dan idemu sendiri. For a fighting nation there is no journey”s end…”. (roso daras)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar